Bersyukur
Syukur adalah kunci kebahagiaan seseorang. Mungkin selama ini kita sering merasa cemas, khawatir, bingung, dan takut akan masa depan yang belum jelas arahnya ke mana.
Atau kenapa kita jadi tidak bisa fokus menata hidup? Mungkinkah
jawabannya karena kita terlalu tertuju pada pencapaian orang lain?
Seberapa sering otak kita dihantui oleh pikiran-pikiran dan
pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuat mental kita malah semakin drop?
“Di usia 23 tahun, temenku udah punya kerjaan tetap. Gajinya di
atas UMR lagi”
“Di usia 18 tahun, temenku udah merintis usahanya sendirian. Dan
sekarang dia tinggal menikmati hasilnya. Enak banget ya jadi dia?”
“Adik sepupuku sudah menikah setahun yang lalu, sekarang dia
memiliki anak yang lucu dan menggemaskan. Keluarganya terlihat bahagia. Terus
aku kapan, ya?”
“Sahabatku kerjaannya healing
terus, pergi jalan-jalan ke luar kota, ke luar negeri, cari kesibukan ini itu.
sedangkan aku? Hanya bisa scroll sosmed
di rumah?”
“Teman perempuanku wajahnya glowing
dan terawat, dia punya banyak uang untuk perawatan. Makanya gak heran kalau
pacarnya juga tampan”
“Di usiaku yang sudah beranjak dewasa ini, aku masih berjuang
untuk menstabilkan emosiku, mencari pekerjaan ke sana ke mari, berusaha
memantaskan diriku di depan banyak orang, mencari apa aku ingini, ingin rasanya
membanggakan kedua orang tua, dll”
“Di usiaku yang sudah berkepala dua ini, aku masih terus-terusan
ditanya banyak orang kapan kerja? Kapan nikah? Kapan bisa beli ini itu
sendiri?”
Dari semua pertanyaan di atas, terlihat bahwa kamu hanya memiliki
dua tangan yang bisa digunakan untuk menutup telinga ketimbang menutupi banyak
mulut yang mempertanyakan masa depan kamu. Atau bagaimana jika kamu menggunakan
kedua tangan untuk menutup mata dari pada melihat banyaknya pencapaian orang
lain yang malah membuat kamu semakin insecure
dan tidak bernilai di mata siapapun.
Coba sekarang kamu ambil posisi duduk yang nyaman, tutup kedua
mata dan telingamu. Jika tanganmu hanya bisa menutup telinga, maka kamu bisa
menutup mata dengan kelopak matamu. Diamlah sejenak, cari tempat yang menurutmu
aman dan damai. Beranjaklah sebentar dari keramaian dan kebisingan orang-orang
yang terus mengganggu pikiranmu.
Take your
time, ambil napas dalam-dalam lalu hembuskan dengan tenang. Coba,
pelan-pelan kamu rasakan apa yang terjadi di dalam dirimu dan sekitarmu.
Apakah kamu menyadari satu hal? Seperti kamu masih bisa bernapas
dengan lega. Kamu masih bisa duduk dengan santai, ketika kamu membuka mata,
matamu masih bisa melihat indahnya dunia, matamu masih bisa membaca banyak
tulisan-tulisan di buku. Kakimu bisa kamu ajak ke manapun, kamu masih bisa
merasakan sentuhan hangat, dingin, mulutmu masih siap menerima semua bentuk
makanan dengan berbagai macam rasa manis, asam pedas dan lain sebagainya. Kamu
masih bisa tersenyum, bahkan disaat keadaan sedang tidak dipihakmu.
Is everything
normal? Coba ingat-ingat kembali, betapa banyak orang-orang di luar sana
yang tidak bisa merasakan apa yang sedang kamu rasakan saat ini. Betapa banyak
orang yang tidak seberuntung dirimu.
Mungkin salah satu diantara mereka memiliki banyak uang, rumah
mewah, status sosial yang tinggi. Tapi dia ditakdirkan untuk tidak bisa melihat
sejak pertama kali dilahirkan ke bumi, atau dia harus lumpuh total karena
kecelakaan saat mengendarai mobilnya sendiri, atau dia hanya sebatang kara.
Tidak memiliki teman, sahabat bahkan keluarga.
Sedangkan kamu, mungkin ayah ibumu masih ada, adik atau kakakmu
masih terlihat sehat meskipun kamu sering bertengkar dengannya. Kamu bisa tidur
nyenyak meskipun rumahmu tidak berada di perumahan elit. Kamu masih bisa masak
dan makan sendiri tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun. Ayahmu mungkin tipe
laki-laki yang bertanggung jawab, ibumu tetap menyayangimu meskipun dia sering
cerewet dan berteriak karena kamu tidak menyimpan barang di tempat biasanya.
Tapi kamu masih bisa melihat dan merasakan itu semua kan?
Tapi bayangkan jika dalam waktu satu detik kamu akan menjadi orang
terkaya di dunia tapi kamu harus menukar penglihatanmu tanpa kamu bisa
mendapatkan matamu kembali. Apakah kamu bersedia?
Betul sekali, jawabanmu pasti tidak mau kan. Kamu akan memilih
untuk jadi dirimu sendiri meskipun itu terlihat sederhana di mata orang lain?
Kalau bukan karena kasih sayang Allah kepada kita, mungkin
sekarang kita sudah tidak punya apa-apa. Betapa sering kita melupakan nikmat
dan berbuat dosa dengan mata, telinga, kaki, tangan dan lain sebagainya. Tapi
Allah swt selalu senantiasa memberikan hak-hak kita.
Pernahkah kita berpikir, jika sehari saja kita tidak mensyukuri
udara yang kita hirup saat ini dengan gratis. Maka bisa saja Allah swt dengan
mudah mencabut kenikmatan tersebut, dan betapa banyak orang di luar sana yang
tidak bisa bernapas tanpa menggunakan bantuan slang oksigen.
Belajarlah untuk mensyukuri hal-hal kecil yang pada dasarnya itu
merupakan nikmat besar yang diberikan Allah swt kepada kita.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:
7).
Jangan-jangan, selama ini kita merasa kurang dalam segala hal
karena kita tidak pernah menysukuri apa yang telah Allah swt cukupkan. Padahal
sudah jelas Allah mengatakan dalam surat di atas, jika kita besyukur, maka
Allah swt akan menambah nikmat-Nya kepada kita.
Lalu bagaimana cara kita menghilangkan rasa insecure yang ada di dalam diri kita kepada orang lain?
Selain rasa syukur, belajarlah yakin bahwa Allah swt sedang
menyiapkan diri kita untuk menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia
yang lebih kuat dan hebat. Caranya dengan Ia memberikan ujian-ujian yang sedang
kamu alami sekarang.
Mungkin kamu tidak seberuntung temanmu yang saat lulus sekolah
atau kuliah langsung mendapatkan pekerjaan idaman. Atau langsung menikah dengan
orang pilihan. Tapi bukankah orang-orang hebat itu tidak tercipta dari banyaknya
kemudahan melainkan dengan banyaknya rintangan, kesedihan dan juga air mata?
Maka dari itu, beruntunglah karena Allah sedang memberikanmu
kesempatan untuk merasakan bagaimana rasanya berjuang sendirian. Jika kamu
merasa ujianmu begitu melelahkan, maka ingatlah perjuangan Rasulullah saw.
Rasul saja harus menghadapi banyak cacian, makian dan tuduhan
untuk bisa menjadi pemimpin dan suri tauladan bagi umatnya. Bersyukurlah karena
kesulitan yang kita hadapi saat ini, Allah swt mungkin ingin kita juga
merasakan bagaimana kesulitan yang dialami nabi Muhammad saw, kesedihan yang
kita rasakan sekarang, dulunya Rasulullah saw merasakannya juga. Padahal
sejatinya, kesedihan dan kesulitan kita tidak akan pernah sebanding dengan apa
yang Rasulullah saw rasakan. Ujian yang kita dapatkan itu tidak ada apa-apanya
jika dibandingkan dengan ujian kekasih Allah swt.
Dan selama Nabi Muhammad saw bersama Allah swt. Beliau tidak
pernah merasakan yang namanya sendirian, nabi percaya jika Allah swt sedang
menyiapkan takdir terbaik untuknya.
Bagaimana Nabi bisa percaya? Karena Nabi selalu ber-husnudzan kepada Allah, Nabi selalu
berprasangka baik akan apa yang ditetapkan oleh Allah swt.
Maka dari itu, obat dari kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan
kita di masa yang akan datang adalah dengan selalu berprasangka baik kepada
Allah swt. Yakin kepada-Nya jika apa yang terjadi pada kita saat ini adalah
takdir terbaik dari Nya.
“Aku tidak pernah mengkhawatirkan masa depanku karena apa yang
melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang ditakdirkan untukku
tidak akan pernah melewatkanku”
Umar bin Khattab
Komentar
Posting Komentar