Introvert VS Ekstrovert
Semua orang pasti sudah tidak asing dengan dua kata tersebut. Arti kata introvert sendiri adalah tertutup, seseorang dengan kepribadian introvert adalah orang yang lebih sering menghabiskan waktunya sendiri. Namun bukan karena dia tidak ingin bergabung dan berada di keramaian, melainkan ia lebih senang dan nyaman mengutarakan isi kepala dan hatinya kepada dirinya sendiri atau orang-orang terdekatnya saja. Ia merasa lelah ketika harus bertemu banyak orang, berinteraksi dengan banyak orang atau datang ke suatu acara untuk bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama.
Berbanding terbalik dengan seseorang yang memiliki kepribadian ekstrovert, seorang ekstrovert justru merasa kehilangan energi jika ia hanya berdiam
diri dan tidak melakukan apa-apa. Menurutnya, berinteraksi dengan banyak orang
bisa membuatnya lebih bersemangat, lebih bahagia, lebih bermakna. Ia sangat
terbuka kepada siapapun dan biasanya memiliki banyak teman dan circle yang lebih luas karena
karakternya yang friendly dan
menyenangkan.
Tapi menurutku, seseorang dengan kepribadian ekstrovert tidak mengartikan bahwa dia lebih unggul atau lebih baik
dari seseorang yang memiliki kepribadian introvert.
Karena keduanya sama-sama memiliki cara dan gaya hidupnya tersendiri. Sifat
atau karakter ini bukan suatu hal yang bersifat abadi dan mutlak, karena seseorang
akan terus berubah seiring dengan perubahan lingkungan dan cara berpikirnya
terhadap sesuatu.
Dari pengalamanku sendiri, aku pernah menjadi keduanya. Menjadi
seseorang yang introvert sekaligus ekstrovert. Terkadang aku merasa aku
butuh tempat untuk bertemu banyak orang, mengobrol, berdiskusi banyak hal
dengan mereka, jalan-jalan ke tempat ramai seperti wisata atau tempat makan,
atau membuat buku dan membagikannya ke semua orang.
Tapi ada satu waktu aku pun merasa lelah dengan aktivitas
tersebut. Ada satu waktu aku memilih untuk menghilang dari keramaian, tidak
bermain sosial media, tidak menerima ajakan reunian, berdiam diri di tempat
yang sepi dan hanya berdialog dengan diriku sendiri.
Beberapa orang menyebut kepribadian ini adalah kepribadian ambivert, yaitu kepribadian di mana
seseorang bisa menjadi introvert dan ekstrovert sekaligus.
Lalu aku bertanya pada diriku sendiri. Jadi, kalau begitu semua
orang adalah ambivert? Karena pada
dasarnya yang namanya manusia memang membutuhkan kedua sisi tersebut di dalam
hidupnya.
Bagiku yang bisa membedakan kedua kepribadian tersebut hanyalah
orang tersebut. Apakah cenderung kepada seseorang yang banyak mengahabiskan
waktu sendiri atau sebaliknya.
Hal ini juga bisa dilatarbelakangi bagaimana cara seseorang itu
tumbuh dan dibesarkan. Faktor lingkungan, keluarga, pendidikan, bahkan
pengalaman bisa menentukan seseorang itu menjadi introvert atau ekstrovert.
Saat aku masih kecil. Aku cenderung memiliki kepribadian yang
tertutup. Hal itu disebabkan dari bagaimana cara orang tua mendidik dan
membesarkanku. Terkadang adanya masalah yang kuhadapi saat dulu membuat aku
menjadi seseorang yang pendiam dan takut mengemukakan pendapat kepada banyak
orang.
Selain itu, perundungan dan trauma di masa lalu juga sempat
membuat aku menjadi pribadi yang kurang baik saat aku tumbuh dewasa.
Seriring berjalannya waktu, tepatnya ketika aku masuk perkuliahan
aku cenderung menjadi seseorang yang terbuka. Karena di lingkungan pendidikan
mengharuskan aku untuk menjalin pertemanan dengan banyak orang, berpikir
kritis, belajar mengemukakan pendapat dan lain sebagainya.
Jadi bisa kita simpulkan bahwasannya introvert atau ekstrovert
keduanya sama-sama baik tergantung dari bagaimana cara seseorang itu
menyikapinya. Karena Allah swt pun menciptakan seseorang dengan kepribadian
yang berbeda-beda.
Seperti halnya Rasulullah saw. Nabi Muhammad jika dilihat dari
kepribadiannya. Ada yang menyebutkan jika Nabi saw itu memiliki dua kepribadian
yaitu ekstrovert dan introvert. Terlihat dari keramah tamahannya
pada banyak orang, mudah menyesuaikan diri, terbuka pada siapapun, memiliki
banyak sahabat dan teman. Hal tersebut menandakan bahwa Rasulullah saw memiliki
kepribadian ekstrovert.
Namun kita juga bisa melihat kepribadian Rasul saw dari cara bagaimana ia dibesarkan. Saat masih kecil beliau tinggal bersama kakeknya untuk menggembala kambing, mentadabburi alam, hingga saat Rasul saw menginjak usia remaja, ia pun ikut menemani pamannya Abu Thalib berdagang. Di mana saat itu Rasul juga membantu melayani para pembeli namun tidak ikut bergabung dengan pedagang-pedagang yang lainnya. Satu hal penting lagi, Rasul saw juga pernah melakukan kesendirian dalam gua Hira’ sampai diturunkannya wahyu Allah melalui perantara malaikat Jibril. Melalui aktivitas-altivitas tersebut kita juga bisa melihat bahwa Rasul saw memiliki sisi kepribadian yang introvert.
Komentar
Posting Komentar