Terus-terusan Main Media Sosial Bisa Bikin “Kena Mental?”


Kecanggihan teknologi yang berkembang begitu pesat dari generasi ke generasi memang tidak bisa dihindari. Apalagi dibalik perkembangan tersebut ternyata ada banyak manfaat, salah satunya memudahkan kita dalam interaksi digital. Seperti media sosial yang muncul pertama kali pada tahun 1997. Aplikasi bernama “SixDegreess.com” ini mengizinkan penggunanya menggugah foto profil hingga dapat menjalin pertemanan dengan user lain.

Seiring berjalannya waktu, berbagai macam aplikasi yang serupa mulai muncul bahkan dengan fitur yang lebih canggih. Instagram, facebook, twitter, YouTube dan masih banyak yang lainnya. Hampir semua orang di seluruh negara di dunia menggunakan sosial media dengan tujuan yang beragam. Mulai dari bertukar kabar, mencari teman, mengabadikan momen hingga persoalan bisnis.

Tapi apakah kita tahu, jika bermain sosial media atau sosmed secara berlebihan akibatnya bisa sangat fatal? Bahkan bisa merusak kesehatan mental bagi para penggunanya. Lalu bagaimana cara kita mengatasinya?

Berbagai macam tujuan orang-orang dalam menggunakan sosial media, namun hal yang sering kita lihat pada beranda akun sosial media adalah mengenai gaya hidup dan pencapaian seseorang. Berbagai publikasi tentang keberhasilan, kesuksesan, dan kebahagiaan ditujukkan dengan begitu sempurna. Postingan-postingan tersebut mungkin muncul dari teman, followers atau justru dari sosok publik figur yang kita ikuti. Dengan berbagai informasi dan tampilan yang kita dapatkan tersebut, alih-alih yang seharusnya menjadi kesenangan dan hiburan lama kelamaan malah membuat ketidaknyamanan, kekhawatiran dan kegelisahan. Hingga munculah pikiran-pikiran dalam diri kita yang membandingkan hidup dengan orang lain.

Informasi dan dokumentasi berupa foto, video atau bentuk komentar pengguna sosial media tentunya bisa menjadi bukti bagi sebagian pengguna sosial media yang lain. Terutama dalam memandang kehidupan dari satu sisi saja. Padahal faktanya, berbagai macam informasi dan dokumentasi yang tersebar di sosmed itu bisa dengan mudah dimanipulasi. Seperti profil dan status akun pengguna yang dapat diedit. Kecanggihan tersebut bahkan bisa dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan, penipuan dan tindak pelanggaran hukum lainnya.

Menggunakan sosial media dengan cara yang kurang bijak tentunya bisa menjadi boomerang bagi siapapun. Beberapa orang justru terkena gangguan mental seperti stress, depresi atau gangguan kecemasan berlebih akibat tidak bisa menjaga dirinya dari bermain sosial media. Salah satu penyebab kecemasan timbul yaitu karena otak terus diberi asumsi-asumsi berupa informasi yang tidak sesuai keinginan. Timbulnya rasa kurang percaya diri, iri terhadap pencapaian orang lain hingga menyalahkan keadaan yang sedang dijalani. Itu semua terjadi karena kekhawatiran akibat tidak mampu memenuhi standar orang-orang pada umumnya.

Baru-baru ini ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa depresi kerap dirasakan oleh manusia dewasa yang masih berusia muda. Semakin banyak platform media sosial yang digunakan maka semakin membuat depresi seseorang meningkat. 

Social Media Anxiety Disorder adalah sebutan bagi orang-orang yang tidak bisa lepas dari sosial medianya. Mereka sangat candu dan obses terhadap segala aktivitas yang berbau sosial media. Beberapa tanda seseorang terkena Social Media Anxiety Disorder ini diantaranya adalah tidak bisa jauh dari smartphone, seringkali bolak-balik mengecek postingan yang baru saja di upload ke publik untuk mengetahui berapa banyak jumlah yang like, coment, atau siapa saja yang membagikannya. Merasa sedih, jengkel bahkan marah ketika apa yang di upload tidak mendapatkan respon sesuai dengan harapan. Kemudian kurangnya sosialiasi saat bersama keluarga, teman atau lingkungan sekitar karena lebih mementingkan poselnya.

Meskipun menurut seorang terapis dari salah satu klinik di Chicago yaitu Rachel Kazez yang mengatakan bahwa Social Media Anxiety Disorder (SMAD) ini belum tergolong ke dalam gangguan psikiatris secara resmi. Namun efek yang ditimbulkan dari kecemasan tersebut penting untuk diperhatikan. Jika dibiarkan secara terus-menerus kemungkinan bisa menganggu aktivitas sehari-hari atau memunculkan gangguan yang lainnya.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari Social Media Anxiety Disorder. Cara yang pertama adalah dengan melakukan puasa sosial media, puasa ini bertujuan agar kita tidak selalu bergantung pada handphone dan aplikasi sosial media yang dimiliki. Meskipun pada faktanya sangat tidak mudah untuk dilakukan, tapi cara ini bisa mengendalikan emosional pengguna secara bertahap karena lambat laun pikiran menjadi lebih tenang. Ambilah beberapa waktu untuk tidak berinteraksi dengan media sosial secara langsung. Bisa beberapa hari, beberapa minggu sampai satu bulan. Hingga tercipta kebiasaan baru dan tidak bergantung lagi dengan sosial media.

Cara yang kedua adalah sering melakukan afirmasi pada diri sendiri bahwa apapun yang kita lihat di sosial media hanyalah sebagian kecil yang ditujukkan dari kehidupan seseorang. Tidak semua orang akan mempublikasikan sisi negatif dan keburukan mereka. Jadi jangan sampai memandang dari satu sisi saja. Tapi juga ambil hal positif apa yang bisa diambil dari kehidupan yang mereka bagikan.

Cara yang ketiga adalah berhenti insecure dan perbanyak bersyukur, karena Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan dan ciri yang berbeda-beda. Bisa jadi apa yang kita punya belum tentu orang lain memilikinya dan begitu pula sebaliknya.

Cara yang terakhir adalah perbanyak melakukan sosialiasi secara langsung dengan keluarga, teman, orang-orang sekitar terutama dalam hal mengenali diri sendiri dan juga Tuhan. Penting untuk kita memahami keinginan diri dan memiliki tujuan hidup. Sehingga kita bisa disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat.

Mulailah fokus pada tujuan dan mimpi masing-masing, karena semakin kita tertuju pada pencapaian orang lain maka semakin membuat kita terhambat dengan pencapaian diri sendiri. Positif atau negatifnya sosial media tergantung dari bagaimana cara kita menggunakannya. Jika kita bisa mengendalikan sosial media maka media sosial tidak bisa mengendalikan kita.


x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAHAMI PERMASALAHAN MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH, WAKAF DI INDONESIA

PRAKTIK JUAL BELI BUKU BAJAKAN DI MARKETPLACE LAZADA MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

MEDIASI DALAM HUKUM SYARIAH