MEMAHAMI PERMASALAHAN MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH, WAKAF DI INDONESIA

 

MEMAHAMI PERMASALAHAN MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH, WAKAF DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas terstruktur mata kuliah Manajemen Ziswaf

Mata Kuliah: Manajemen Ziswaf

Dosen Pengampu: Wing Redy Prayuda, M.Pd.I


Disusun Oleh:

Kelompok 9


1.      Elisa Juliani                       (1808202044)

2.      Herti                                  (18082020xx)

3.      Nathania Kirana                (18082021xx)

 

Hukum Ekonomi Syariah (HES) – B / Semester V


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini Tidak lupa pula shalawat beriring salam juga kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatanlil `alamin). Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Manajemen ZISWA dengan judul ‘Memahami Permasalahan Manajemen Dan Administrasi Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf Di Indonesia’.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan kepada kita semua, dan penulis khususnya, untuk memahami dan mengkajinya. Akan tetapi, penulis sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.Oleh karena itu, untuk segala kritik dan saran yang sifatnya membangun diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah yang lebih baik di kemudian hari.

 

                                                                                                      Cirebon, 4 Oktober 2020

 

                                                                                                      Penulis



BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Istilah zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf sama-sama menunjukan kedalam satu pengertian yaitu mengenai sesuatu yang dikeluarkan. Dimana keempatnya memiliki peranan dalam kontribusi yang cukup signifikan dalam pengentasan kemiskinan. Adapun perbedaanya adalah jika zakat hukumnya wajib, sedangkan infaq, shodaqoh dan wakaf hukumnya sunnah. Zakat merupakan sesuatu yang wajib dikeluarkan, sedangkan Infak, shodaqoh dan wakaf sistemnya bersifat sukarela. Zakat dikeluarkan dengan nisab atau memiliki batas, infaq dan shodaqoh tidak memiliki batas. Zakat telah ditentukan kepada siapa saja yang berhak menerimanya, sedangkan infaq boleh diberikan kepada siapa saja.

Di negara Indonesia tentunya kegunaan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf (ZISWA) telah diatur pengelolaanya, baik secara hukum fikih ataupun dengan perundang-undangan. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan manajemen dan pengelolaannya tidak bisa dilakukan secara Cuma-Cuma. Semua yang terlibat seperti halnya pemberi, penerima, pengelola/pengurus dan barang harus dikelola dengan baik dan benar.

Namun, masyarakat di negara kita pada umumnya masih belum mengetahui banyak hal mengenai system ZISWA yang diberlakukan sekarang, terbukti dengan adanya beberapa permasalahan, kekeliruan hingga kecurangan dalam pengelolaan ZISWA. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan manajemen dan admisitrasi zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat di uraikan bahwa rumusan masalah yang akan dibahas sebagai acuan terhadap makalah ini adalah, sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud manajemen?

2.      Bagaimana sistem manajemen dalam ZISWA?

3.      Bagaimana Sistem pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan ZISWA?

4.      Apa saja permasalahan dalam ZISWA?

 

C.    Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat di uraikan bahwa tujuan masalah yang akan dibahas sebagai acuan terhadap makalah ini adalah, sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui apa itu pengertian manajemen

2.      Untuk mengetahui system manajemen ZISWA

3.      Untuk mengetahui pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan ZISWA

4.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan dan solusi dalam manajemen ZISWA



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manajemen

Manajemen dalam bahasa Inggris disebut dengan management diambil dari kata manage yang berarti mengurus, mengatur melaksanakan, mengelola, sedangkan management itu sendiri memiliki dua arti, yaitu pertama sebagai kata benda yang berarti direksi atau pimpinan. Berarti ketata laksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Kata manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki arti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Dalam bahasa Arab, manajemen diartikan dengan nazzama yang berarti mengatur, menyusun, mengorganisir, menyesuaikan, mengontrol, menyiapkan, mempersiapkan, merencanakan. Secara terminologi, ada dua pengertian manajemen yang mengemuka yaitu manajemen sebagai seni dan manajemen sebagai proses. Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah: ‛seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan antar manusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan sukar dipelajari.[1]

Sedangkan menurut Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Daft mendefinisikan manajemen pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi. Menurut Muhammad Abdul Jawwad, manajemen adalah aktivitas menertibkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga dia mampu mengurutkan, menata, dan merapikan hal-hal yang ada di sekitarnya, mengetahui prioritas-prioritasnya, serta menjadikan hidupnya selalu selaras dan serasi dengan yang lainnya.

Berdasarkan pengertian manajemen dan zakat di atas, maka manajemen zakat dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian tujuan lembaga zakat dengan atau melalui orang lain, melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi yang efektif dan efisien.

B.     Manajemen Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf

Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan, dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik.

Dengan  melihat  proses  yang  terdapat  dalam  manajemen,  maka  kata  manajemen sendiri sama dengan pengertian pengelolaan, dalam hal ini jika mengacu pada Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang menjelaskan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaa, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap  pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.[2]

Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk memungut zakat:

 

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.[3] 

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[4]

Di  samping  itu,  surat At-Taubah  ayat 60  dengan  tegas  dan  jelas  mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul s.a.w telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir.[5]

Amil yang mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. Pada masa Rasul s.a.w, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan  dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul s.a.w tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salahs atu penerimazakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amiltersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah.

Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Kedua, sikap profesional sifat amanah belumlah cukup harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, transparan dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidak percayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.[6]

Dengan adanya Undang-undang Pengelolaan Zakat No 38 Tahun 1999 dan Keputusan  Menteri Agama No 15 Tahun 1999, maka hendaklah organisasi Badan Amil Zakat (BAZ)  yang ada selama ini perlu disesuaikan dengan menempatkan tenaga pengelola yang memiliki  sifat STAF tadi. Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ)  dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan cara menerima atau mengambil harta zakat dari muzakki atas dasar pemberiah uan muzakki. Badan Amil Zakat (BAZ) juga dapat bekerja  sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.

Namun demikian, apabila diinginkan, maka muzakki dapat melakukan perhitungan sendiri  hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama. Akan tetapi jika tidak dapat  menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya, maka muzakki dapat meminta bantuan  kepada  Badan  Amil  Zakat  (BAZ) atau Lembaga  Amil   Zakat (LAZ).[7]

Manajemen pengelolaan Wakaf menempati posisi urgent. Karena yang paling menentukan adalah ketika benda wakaf itu memiliki nilai manfaat, meskipun tidak tergantung pada pola pengelolaan bagus atau buruk. Jika pengelolaan benda-benda wakaf selama in hasilnya dikelola “seada-adanya” dengan menggunakan manajemen “kepercayaan” dan sentralisme kepemimpinan yang mengesampingkan aspek pengawasan, maka dalam pengelolaan wakaf secara modern harus menonjolkan system manajemen yang lebih professional. Dan asas profesionalitas manajemen ini seharusnya dijadikan semangat pengelolaan benda wakaaf dalam rangka mengambil kemanfaatan yeng lebih luas dan nyata untuk kepentingan masyarakat banyak.[8]

C.    Sistem pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan ZISWA (Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf)

 

1.         Pelaksanaan Pengumpulan  ZIS

Pengumpulan zakat yang terdapat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ)  dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.  Badan Amil Zakat (BAZ) dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta  muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki. Badan Amil Zakat dapat menerima  zakat harta selain zakat, seperti infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.

Hal yang menggembirakan sekarang ini adalah adanya kesadaran berzakat di kalangan kaum muslimin di Indonesia telah mengalami kemajuan. Ini dapat dilihat dengan munculnya lembaga-lembaga amil zakat yang dikelola oleh swasta. Sebagaimana kita ketahui dan  banyak dikeluhkan di kalangan pakar zakat, infaq, dan  sedekah,  bahwa dana zakat tersebut  belum secara optimal terealisasikan dan terjadi sebagaimana harapan kita sebagai kaum muslimin, kalau kita perhatikan dari sekian banyak instansi pemerintah dan perusahaan di Indonesia, baru beberapa instansi pemerintah dan perusahaan yang mempunyai unit pengumpul zakat (UPZ) yang telah dikelola dengan baik.[9]

Berdasarkan beberapa pengalaman yang telah dihadapi saat awal-awal berdirinya juga mengalami berbagai macam konflik dalam rangka untuk memungut zakat di kalangan  pegawai maupun masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kiat-kiat atau strategi tertentu untuk  menumbuhkan kesadaran berzakat di kalangan kaum muslimin.

 

Adapun tiga strategi dalam pengumpulan zakat, yaitu :[10]

a.       Pembentukan unit pengumpulan zakat, baik kemudahan bagi lembaga pengelola zakat  dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan bagi para muzakki untuk membayar  zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat (BAZ) dapat membuka Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di berbagai tempat sesuai tingkatannya, baik nasional, propinsi dan daerah.

b.      Pembukaan kounter penerimaan zakat Selain membuka unit pengumpul zakat di berbagai tempat, lembaga pengelola zakat dapat membuka counter atau loket tempat pembayaran  zakat atau secretariat lembaga yang bersangkutan. Kounter atau loket tersebut harus dibuat  yang refresentatif, seperti layaknya loket lembaga keuangan professional yang dilengkapi dengan ruang tunggu bagi muzakki yang akan membayar zakat, disediakan tempat  penyimpanan uang atau brangkas sebagai tempat pengamanan uang sementara sebelum  disetor ke bank, ditunggu dan dilayani oleh tenaga tenaga penerima zakat yang siap setiap saat sesuai jam pelayanan yang sudah ditentukan.

c.       Pembukaan rekening di bank yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa dalam  membuka rekening hendaklah dipisahkan antara masing-masing rekening sehingga dengan demikian akan memudahkan para muzakki pengiriman zakatnya.

2.              Pelaksanaan Pendistribusian  ZIS

Adapun dalam hal penyaluran atau pendistribusian zakat, maka ada beberapa aspek yang  perlu diperhatikan,  yaitu:[11]

a.       Aspek pengumpulan dan pengolahan data mustahiq

b.      Aspek pengumpulan dan penyaluran zakat

c.       Aspek monitoring

d.      Aspek pembinaan

e.       Aspek pelaporan dan pertanggung jawaban

 

Mengenai pendistribusian dan pendayagunaan zakat, menurut pedoman pelaksanaan zakat ditentukan  sebagai  berikut:[12]

1)    Bernilai edukatif, produktif, dan ekonomis agar para penerima zakat pada  suatu masa tidak memerlukan zakat lagi, bahkan diharapkan sebagai  orang  yang membayar  zakat.

2)    Untuk fakir miskin, muallaf dan ibnu sabil pembagiaannya dititik beratkan pada pribadinya, bukan pada lembaga hukum yang mengurusnya. Kebijakan ini dilakukan agar unsur pendidikan yang dikandung dalam pembagian zakat itu lebih kentara dan terasa.

3)    Bagi kelompok amil, gharim, dan sabilillah pembagiannya dititik beratkan kepada badan hukumnya atau kepada lembaga yang  mengurus  atau  melakukan aktifitas keislaman.

4)    Dana-dana yang tersedia dari pengumpulan zakat yang belum dibagi atau diserahkan kepada mustahiq, hendaknya dimanfaatkan untuk pembangunan dengan  jalan  menyimpannya di Bank berupa giro atau deposito atas nama badan amil zakat yang  bersangkutan.

3.              Pendayagunaan  ZIS

Ada dua fungsi zakat yaitu pertama, untuk membersihkan harta benda dan jiwa (manusia). Seseorang yang telah mengeluarkan hartanya kepada yang berhak menerima,  berarti selain menjalankan ibadah yang disyariatkan Allah SWT, ia telah mensucikan  harta dan jiwanya. Kedua, zakat berfungsi sebagai dana social yang dapat dimanfaatkan  untuk mengatasi kemiskinan yang merupakan masalah social yang selalu ada dalam  kehidupan suatu masyarakat dalam rangka meningkatkan hakekat hidup segolongan  masyarakat, agar tidak terjadi kepincangan sosial. Penekanan fungsi zakat yang kedua  ini adalah segi pemanfaatan oleh muztahiq atau pengelola (amil).[13]

Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat Infak dan Sedekah, pengumpulan dan pendayagunaan zakat infak dan sedekah sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi lembaga pengelola zakat bahwa zakat harus diberdayagunakan untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Sehingga masalah pengelolaan dalam pendistribusian zakat harus segera diselesaikan karena pengelolaan ini penting agar zakat tidak hanya sekadar menjadi langkah penghimpunan dana saja dengan sasaran penyaluran yang tidak jelas. Untuk meningkatkan daya guna zakat dalam mengentaskan kemiskinan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga amil zakat.[14]

Untuk lebih memberdayakan ekonomi umat, selain zakat diberikan secara individual bagi mereka yang memiliki jiwa enterpneur, akan lebih efektif lagi bila mereka dikoordinir menjadi satu bentuk yang terkoordinir pasarnya, misalnya zakat untuk membeli mesin jahit dan akan lebih mantap lagi dan berkesinambungan bila ada  pengusaha yang menampung hasil jahitannya dan memasarkannya.

4.             Pelaksanaan dan Pendistribusian Wakaf [15]

Untuk kasus di Indonesia, wakaf lebih diarahkan ke Lembaga keagamaan dan Pendidikan. Untuk memberdayakan wakaf secara produktif, ada tiga filosofi dasar yang harus diperhatikan. Pertama, pola manajemen nya harus dalam bingkai “proyek yang terintegrasi” dimana dana wakaf akan dialokasikan untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang terangkum di dalamnya. Kedua, asas kesejahteraan nazhir yang berarti kita menjadikan nadzir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada lulusan terbaik umat dan profesi yang memberikan kesejahteraan.

Untuk mengelola wakaf jenis apapun dibutuhkan nazhir yang profesioanal. Hal ini disebabkan tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga, mengembangkan wakaf, serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf berada di tangan para nazhir.  Menurut UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf, nazhir bertugas:

a)      Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

b)      Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;

c)      Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

d)     Melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan wakaf Indonesia.

 

 

D.    Permasalah Manajemen  Shadaqah, Infaq, Zakat dan Wakaf

1.    Tingkat kesadaran beragama atau pengetahuan masyarakat masih rendah sehingga tidak memahami apa makna, fungsi dan manfaat dari zakat,infak,sdaqah,waqaf. Misalnya adanya pemahaman bahwa melakukan hanya akan mengurangi harta yang dimiliki, adanya pemahaman masyarakat bahwa zakat hanyalah zakat fitrah saja. Selain itu, adanya pemahaman umat yang keliru akan formalitas zakat. Artinya, zakat hanya dianggap sebagai kewajiban normatif, tanpa memperhatikan efeknya bagi pemberdayaan ekonomi umat. Akibatnya, semangat keadilan ekonomi dalam implementasi zakat menjadi hilang. Dengan kata lain orientasi zakat tidak diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, tapi lebih karena ia merupakan kewajiban dari Tuhan.

2.    Gaya hidup sekelompok orang kaya yang bermegah-megahan yang menggunakan hartanya untuk kepentingan hawa nafsu yang mengakibatkan lupa diri, sombong dan tamak sehingga lupa bahwa di sekitarnya ada orang yang membutuhkan pertolongannya.

3.    Penyaluran  yang dilakukan dengan cara yang tidak efektif dan konvensional atau tradisional. Misalnya pemberian zakat, infaq, sdaqah secara langsung kepada mustahiq tanpa melalui badan atau lembaga. Meski kebiasaan ini sah namun distribusi yang demikian menyisakan kekurangan secara psikologis, mustahiq akan merasa rendah. Penyaluran zakat oleh orang berzakat dengan menggunakan kupon yang kadang tidak tepat sasaran dan bahkan menimbulkan korban jiwa akibat antre.[16]

Pengertian shadaqah, infaq, hak dan zakat memang beragam sesuai sudut pandang yang memperhatikan, tetapi sebenarnya semuanya adalah shadaqah yang mana pengertian shadaqah lebih luas dan umum sesuai dengan surat at-Taubah ayat 103 : ‛Ambilah sebagian dari harta mereka sebagai shadaqah utuk membersihkan dan mensucikan mereka dengannya‚ UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menyebutkan perbedaan antara zakat, infak dan sedekah. Pada pasal 1 (2-4) disebutkan sebagai berikut:[17]

a.       Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

b.      Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.3. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

Yang dimaksud dengan dana ZIS dari badan usaha bukan hanya sekedar dana ZIS yang dikumpulkan oleh badan usaha dari para karyawan/pegawai, juga bukan zakat usaha dari hasil usaha perorangan atau yang disebut dengan zakat perdagangan. Zakat-zakat tersebut tetap merupakan zakat perorangan. Zakat dari badan usaha adalah zakat dari laba perusahaan, harta perusahaan baik berupa persediaan produk/barang dagangan serta aset lainnya yang wajib di zakati.[18]

Namun yang menjadi masalah selama ini antara lain adalah masalah pengelolaan zakat yang belum dilakukan secara professional sehingga pengumpulan dan penyaluran zakat menjadi kurang terarah disamping masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap permasalahan zakat terutama masalah yang aktual dan kontemporer seperti zakat penghasilan (al-maal al-mustafad).[19]

Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 muncul dalam semangat agar lembaga pengelola zakat tampil dengan professional, amanah dan mandiri. Masih rendahnya kepercayaan terutama para muzakki terhadap para amil zakat juga menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Selain itu kesadaran umat untuk berzakat, berinfaq dan bershadaqah juga masih harus ditumbuhkan. Kegiatan pelayanan dan sosialiasi yang dilaksanakan selama ini dengan menggunakan pola-pola selama ini perlu diinovasi dengan menggunakan system manajemen modern dan memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini, sehingga setiap data maupun informasi dapat diolah secara akurat dan dengan cepat dapat diakses oleh masyarakat.

 

Ada beberapa problem dalam pengelolaan wakaf:[20]

1)      Masalah pemahaman masyarakat tentang hokum wakaf

Pada umumnya masyarakat belum memahami gukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf. Perlu dilakukan konsepsi fikih wakaf baru, kemudian dituangkan dalam undnag-undang tentang wakaf, dan undang-undang tersebut diasosialisasikan kepada masyarakat.

2)      Pengelolaan dan manajemen wakaf

Manajemen wakaf di Indonesia masih sangat mempriihatinkan, sebagai akibatnya cukup banyak harta wakaf yang terlantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta wakaf yang hilang.  Untuk itu manajemen pengelolaan wakaf sangat penting, kurang verperannya wakaf dalam meberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi masalah ini, wakaf harys dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mengelolanya secara produktif, sebelumnya harus memahami konsep wakaf dan peraturan perundang-undangan, nazhir harus professional dan mengembangkan harta yang dikelolanya.

3)      Benda yang diwakafkan dan nazhir (pengelola wakaf)

Di Indonesia masih sedikit orang yang mewakafkan harta selain tanah (benda tidak bergerak), padahal dalam fikih harta yang boleh diwakafkan sangat beragam seperti surat berharga dan uang. Dalam perwakafan, salah satu unsur yang sangat penting adalah nazhir. Di Indonesia masih sedikit nazhir yang professional bahkan ada yang belum memahami hokum wakaf dan kurang memahami hak dan kewajibannya. Dengan demikian, wakaf yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan pada umat. Di samping itu ada beberapa nazhir yang kurang amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf dan kecurangan-kecurangan lainnya, sehingga memungkinkan wakaf berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon wakif sebelum wakaf memperhatikan lebih dahulu apa yang diperlukan masyarakat, dan dalam memilih nazhir sebaiknya mempertimbangkan kompetensinya.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pertama, Manajemen zakat dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian tujuan lembaga zakat dengan atau melalui orang lain, melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi yang efektif dan efisien.

Kedua, Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Manajemen pengelolaan Wakaf menempati posisi urgent. Karena yang paling menentukan adalah ketika benda wakaf itu memiliki nilai manfaat, meskipun tidak tergantung pada pola pengelolaan bagus atau buruk. Pada intinya suatu manajemen atau mengelolah ZISWA itu akan berkembang dengan baik  ketika pemanfaatnya diperuntukan untuk kemaslahatan.

Ketiga, Pengumpulan zakat yang terdapat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ)  dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. Adapun dalam hal penyaluran atau pendistribusian zakat, maka ada beberapa aspek yang  perlu diperhatikan,  yaitu aspek pengumpulan dan pengolahan data mustahiq, aspek pengumpulan dan penyaluran zakat, aspek monitoring, aspek pembinaan, aspek pelaporan dan pertanggung jawaban. Selanjutnya pengumpulan dan pendayagunaan zakat infak dan sedekah sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi lembaga pengelola zakat bahwa zakat harus diberdayagunakan untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia.

Keempat, Permasalahan manajemen ZISWA, tingkat kesadaran beragama atau pengetahuan masyarakat masih rendah sehingga tidak memahami apa makna, fungsi dan manfaat dari zakat,infak,sdaqah,waqaf. Gaya hidup sekelompok orang kaya yang bermegah-megahan yang menggunakan hartanya untuk kepentingan hawa nafsu yang mengakibatkan lupa diri, Penyaluran  yang dilakukan dengan cara yang tidak efektif dan konvensional atau tradisional.

                       

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad Furqon. “Wakaf Sebagai Solusi Permasalahan-permasalahan Dunia Pendidikan di Indonesia”. Vol. 10, No. 1. 2012.

Fifi Noviturrahmah. “Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat Infak dan Sedekah”. Jurnal Zakat dan Wakaf. Vol. 02, No. 02. 2015.

Furqon, H. Ahmad. Manajemen Zakat dan Sejarah Pengelolaannya. Semarang: PT Gramedia. 2015.

Jasafat. “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah pada Baitul Mal Aceh Besar”. Al-Ijtimaiyyah. Vol. 1, No. 1. 2015.

Qurratul Uyun. “Zakat, Infaq, Shadaq, dan Wakaf sebagai Konfigurasi Filantropi Islam”. Jurnal STAIN. Vol. 2, No. 2. 2015.

Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”. Makasar: UIN Alauddin Makassar. 2015.

Zainal Arifin Munair. “Revitalisasi Manajemen Wakaf Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat”. Jurnal Syariah dan Hukum. Vol. 5, No. 2. 2013         

 



[1] H. Ahmad Furqon, Manajemen Zakat dan Sejarah Pengelolaannya (Semarang: PT Gramedia, 2015), 12.

 

[2] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto” (Makasar: Uin Alauddin Makassar, 2015), 21.

[3] Qs. At-Taubah: 103.

[4] Qs. At-Taubah: 60.

[5] Jasafat, “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah pada Baitul Mal Aceh Besar”, Al-Ijtimaiyyah, Vol. 1, No. 1 (2015); 9.

 

[6] Jasafat, “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah pada Baitul Mal Aceh Besar”; 10.

[7] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”,  23-24.

[8] Zainal Arifin Munair, “Revitalisasi Manajemen Wakaf Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat”, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 5, No. 2 (2013); 167.

[9] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”, 24.

[10] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”, 25.

[11] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”, 26.

[12] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”, 29.

[13] Rizky  Amelia Ananda Sadik, Skripsi: “Implementasi Manajemen Zis ( Zakat, Infaq dan Sedekah ) Di Baznas Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto”, 32.

[14] Fifi Noviturrahmah, “Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat Infak dan Sedekah”, Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol. 02, No. 02 (Desember, 2015); 287.

[15] Zainal Arifin Munair, “Revitalisasi Manajemen Wakaf Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat”, 170.

[16] Qurratul Uyun, Zakat, Infaq, Shadaq, Dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam, Jurnal STAIN, Vol. 2, No. 2 (Desember, 2015); 12.

[17] H. Ahmad Furqon, Manajemen Zakat dan Sejarah Pengelolaannya, 19.

[18] H. Ahmad Furqon, Manajemen Zakat dan Sejarah Pengelolaannya, 15.

[19] M.daud,  Administrasi dan Manajemen zakat, (Palembang: Ensiklopedia, 1996), 1.

[20] Ahmad Furqon, “Wakaf Sebagai Solusi Permasalahan-permasalahan Dunia Pendidikan di Indonesia”, Vol. 10, No. 1 (2012); 47-48.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRAKTIK JUAL BELI BUKU BAJAKAN DI MARKETPLACE LAZADA MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

MEDIASI DALAM HUKUM SYARIAH