MEMAHAMI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BESERTA LEMBAGA PEMBENTUKNYA

 

MEMAHAMI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BESERTA

LEMBAGA PEMBENTUKNYA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah: Penyusunan Naskah Akademik Hukum

Dosen Pengampu: Novi Fitriani, S.H

 

Disusun oleh:

Kelompok 2

1.      Ditta Mardiatta                               (1808202067)

2.      Elisa Juliani                                    (1808202044)

3.      Eva Rosnabilah Farid                     (1808202050)

4.      Muhamad Rizal                              (1808202104)

5.      Nur Komariah                                 (1808202052)

 

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES B/SEMESTER 7)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon

Tlp. (0231) 481264 Fak. (0231) 489926

1443 H/ 2021 M


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini sesuai rencana. Tak lupa pula sholawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Semoga rahmat dan karunia-Nya tercurah limpahkan kepada beliau, keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.

            Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi. Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyusunan Naskah Akademik Hukum yang berjudul Memahami Peraturan Perundang-Undangan beserta Lembaga Pembentuknya”. Semoga makalah  ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki masih terbatas. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

 

 

.

 

Cirebon, 10 Oktober 2021

 

                                                                                                     Penulis

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum dimana segala aspek kehidupan senantiasa berdasarkan atas hukum. Negara dengan hukum yang baik dan benar tentu akan mengatur bagaimana rakyatnya harus bertindak agar tercipta keadaan yang tentram, dan damai. Setiap warga negara harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga semua yang dilakukan di dalam berbangsa dan bernegara dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku dalam  rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Membahas mengenai Peraturan Perundang-Undangan, maka tidak hanyak membahas mengenai Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang saja, melainkan terdapat pula peraturan lainnya, diantaranya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan peraturan-peraturan lainnya.

Tentunya Peraturan Perundang-Undangan ini, tidak hadir secara otomatis, atau dalam artian terdapat proses dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan tersebut dan dibentuk pula oleh lembaga yang berwenang. Berangkat dari kenyataan ini, nampaknya penulis ingin mengetahui lebih jauh dan perlu dilakukan kajian lebih lanjut serta mendalam mengenai Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan. Sehingga penulis mengambil judul yaitu MEMAHAMI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BESERTA LEMBAGA PEMBENTUKNYA.

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.      Bagaimana definisi Peraturan Perundang-Undangan?

2.      Lembaga mana saja yang diberi wewenang untuk membentuk Undang-Undang?

3.      Lembaga mana saja yang diberi wewenang untuk membentuk Peraturan Perundang-Undangan di luar Undang-Undang?

C.    Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui definisi Peraturan Perundang-Undangan.

2.      Untuk mengetahui lembaga pembentuk Undang-Undang.

3.      Untuk mengetahui lembaga pembentuk Peraturan Perundang-Undangan diluar Undang-Undang.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Perundang-Undangan merupakan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum dan dibuat secara sistematis sesuai dengan jenis dan hierarki yang didasarkan pada asas bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, proses pembentukan undang-undang yang baik, harus diatur secara komprehensif baik mengenai proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan sampai dengan pengundangan.[1] Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 1 angka 2, dijelaskan bahwa Peraturan Perundang-Undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan.[2]

Adapun definisi lain mengenai Peraturan Perundang-Undangan menurut Prof Jimly Asshiddiqie yaitu keseluruhan susunan hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang berbentuk Undang-Undang ke bawah, yaitu semua produk hukum yang melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan eksekutif (pemerintah) ataupun yang melibatkan peran pemerintah karena kedudukan politiknya dalam melaksanakan produk legislatif yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan pemerintah menurut tingkatnya masing-masing.[3] Sedangkan menurut Maria Farida Indrati Soeprapto pengertian peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:[4]

1.      Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.

2.      Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status atau suatu tatanan.

3.      Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu.

4.      Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda, peraturan perundang undangan lazim disebut dengan wet inmateriёle zin atau sering juga disebut dengan algemeenverbindende voorschrift.

Jadi, menurut Maria Farida unsur-unsur peraturan perundang-undangan adalah suatu peraturan yang bersifat umum-abstrak, tertulis, mengikat umum, dibentuk oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan bersifat mengatur.

Peraturan Perundang-Undangan dibentuk dengan mengindahkan asas-asas Peraturan Perundang-Undangan, asas-asas ini sangat dibutuhkan dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus dibuat oleh lembaga yang kredibel yang dipilih secara demokrasi oleh rakyat Indonesia.[5] Dari banyaknya definisi diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa Peraturan Perundang-Undangan merupakan peraturan-peraturan tertulis yang memuat aturan yang mengikat secara umum dan dibentuk dan ditetapkan oleh lembaga negara yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.

B.     Lembaga Pembentuk Undang-undang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 1 angka (1) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.[6] Lalu Lembaga pembentuk undang-undang berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22 D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 adalah DPR, Presiden, dan DPD untuk rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.[7]

 

 

1.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Sebelum adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan untuk membentuk Undang-undang berada di tangan Presiden. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar sebelum amandemen yang berbunyi “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” dan pada Pasal 20 ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi dapat dikatakan berdasarkan bunyi pasal tersebut, Presidenlah yang sebagai lembaga legislatif dan DPR hanya memiliki kekuasaan untuk memberikan persetujuan semata di dalam pembentukan Undang-Undang. Kemudian pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara 1945 setelah amandemen berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-undang”.

Pada Pasal 20 ayat (2) berbunyi “Setiap Rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama”. Pengalihan kekusaan membentuk Undang-Undang dari tangan Presiden ke tangan DPR dalam Undang-Undang Dasar 1945 ke Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan. Terlihat dengan adanya pembagian kekuasaan yang jelas terhadap lembaga legislatif yang berada di tangan DPR dan lembaga eksekutif yang dipegang oleh Presiden. Dalam Undang-Undang Dasar sebelum amandemen, dinyatakan DPR hanya memiliki tugas untuk menyetujui Undang-Undang saja dan kekuasaan membentuk Undang-Undang ada di tangan Presiden sedangkan setelah amandemen, kekuasaan membentuk Undang-Undang telah dialihkan dari tangan Presiden kepada DPR.

2.      Presiden

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 4 ayat (1)  berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dalam pasal tersebut, yang dimaksudkan dengan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, yaitu menunjuk kepada pengertian Presiden menurut sistem pemerintahan presidensiil. Pada pemerintahan presidensiil, tidak terdapat perbedaan antara Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dan Presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah Presiden, yaitu merupakan jabatan yang memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-undang dasar. Akibat adanya pengakuan atas kedua kedudukan Presiden yaitu baik sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan, menyebabkan timbulnya kebutuhan yuridis untuk membedakan keduanya dalam pengaturan terhadap hal-hal yang lebih teknis dan operasional.

Kapasitas Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen mengatur RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama .Makna dari kata mendapat persetujuan bersama ini, dapat dikatakan mirip dengan pola yang dianut oleh Belanda, karena istilah bersama-sama ini di Belanda terdapat dalam art. 81 Grondwet yang disebut dengan cowetgeving atau medewetgeving, sehingga Undang-ndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut sistem pembentukan undang-undang secara medewetgeving. Presiden hanya memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan sebagai lembaga eksekutif. DPR lah yang merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan legislatif. Kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden di dalam proses pembentukan undang-undang hanya berupa; dapat menyampaikan rancangan Undang-undang, membahas rancangan Undang-undang bersama DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama dan mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah disetujui menjadi undang-undang, yang memang itu merupakan bagian dari kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden sebagai lembaga yang memegang kekuasaan menjalankan pemerintahan.

3.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Kedudukan DPD sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaannya, hanya terletak pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan representatif dari daerah. Pembentukan DPD sendiri bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut serta dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah. Meskipun dalam struktur kenegaraan kedudukan DPD sejajar dengan DPR, tapi kewenangan yang dimiliki oleh DPD sangat terbatas. Mengenai kekuasaan yang dimiliki oleh DPD disebutkan dalam Pasal 22 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada ayat (1) dinyatakan DPD dapat mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan derah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Jadi DPD hanya dapat mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan daerah saja. Kemudian pada Pasal 22D ayat (2) disebutkan bahwa DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan derah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan Undang-Undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Sehingga dapat dilihat kekuasaan yang dimiliki oleh DPD hanya sebatas membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan daerah saja.[8]

 

C.    Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan diluar Undang-Undang

Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa Peraturan Perundang-undangan ini tidak hanya undang-undang saja, melainkan terdapat pula peraturan lainnya, diantaranya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan peraturan-peraturan lainnya. Adapun lembaga pembentuk Peraturan Perundang-undangan diluar Undang-undang yaitu:

1.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (yang selanjutnya disebut dengan Perppu) ialah suatu peraturan dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, maka pembentukannya memerlukan alasan-alasan tertentu, yaitu adanya keadaan mendesak, memaksa atau darurat yang dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan sukar atau sulit dan tidak disangka sehingga memerlukan penanggulangan segera. Keadaan tersebut tidak boleh terjadi berlama-lama, karena fungsi utama hukum negara darurat (staatsnoodrecht) ialah menghapuskan segera keadaan tidak normal menjadi normal kembali.[9]

Kekuasaan Presiden tidak hanya berwenang untuk membuat peraturan pelaksanaan Undang-Undang, tetapi juga memiliki kewenangan untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR. Presiden mempunyai keahlian serta tenaga ahli paling banyak memungkinkan proses pembuatan peraturan. Pada pasal 4 dan 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 memberikan jawaban atas permasalahan tersebut. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”, kemudian pasal 5 menyebutkan bahwa “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.[10]

2.      Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Rancangan ini berasal dari kementrian dan/atau lembaga pemerintah nonkementrian sesuai dengan bidangnya. Rancangan Peraturan Pemerintah dalam keadaan tertentu dibuat berdasarkan kebutuhan Undang-undang atau putusan Mahkamah Agung.[11]

3.      Peraturan Presiden (Perpres)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebagai kekuasaan pemerintahan tertinggi di bidang eksekutif dan Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 13 secara tegas menyatakan bahwa: “Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan”. Penegasan ini bermakna, bahwa semua peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden dalam bentuk Peraturan Presiden haruslah mengacu kepada UUD dan UU.[12]

4.      Peraturan Daerah

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 10, yang dimaksud dengan peraturan daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau peraturan daerah Kabupaten/kota. Peraturan daerah dibuat oleh pemerintah daerah dalam rangka untuk menjalankan otonomi daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan kewenangan membentuk Peraturan Daerah (Perda) telah dipertegas dalam. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 42 ayat (1) huruf a ditentukan bahwa: "DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama".

Selanjutnya dipertegas lagi dengan UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD ditentukan : DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang: membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur, membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh Gubernur. Sedangkan kewenangan DPRD Kabupaten/Kota ditegaskan dalam Pasal 344 ditentukan : (1) DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang, membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota, membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota.[13]

5.      Peraturan Perundang-Undangan Lainnya

Perencanaan penyusunan perturan perundang-undangan lainnya merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi atau instansi masing-masing.[14] 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai Peraturan Perundang-Undangan, dapat ditarik tiga  kesimpulan diantaranya yaitu: Pertama, Peraturan Perundang-Undangan merupakan peraturan-peraturan tertulis yang memuat aturan yang mengikat secara umum dan dibentuk dan ditetapkan oleh lembaga negara yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Kedua, pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Kemudian Lembaga pembentuk undang-undang adalah DPR, Presiden, dan DPD terkhusus mengenai rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Ketiga, Lembaga Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan diluar Undang-Undang diantaranya: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ialah suatu peraturan dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kemudian, Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Untuk Peraturan Presiden sendiri merupakan peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Selanjutnya DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, dan perencanaan penyusunan perturan perundang-undangan lainnya merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi atau instansi masing-masing

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Zarkasi,Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan,” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Aan Eko Widiarto, “Ketidakpastian Hukum Kewenangan Lembaga Pembentuk Undang-undang Akibat Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi,” 12: 4 (Desember: 2015).

Ahmad Husen, “Eksistensi Peraturan Presiden dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan,” Lex Scientia Law Review 3: 1 (Mei 2019).

Bagir Manan, “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangn di Indonesia”, Jurnal Hukum Pereancangan Peraturan Perundang-Undangan, 1:1 (Desember 2009).

Elyakim, Snekubun. “Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan terhadap Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.” Thesis, Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014.

Mohammad Zamroni,Kekuasaan Presiden dalam Mengeluarkan Perppu,” Jurnal Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM.

Muzakkir, Abd. Kahar. Ilmu dan Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Makasar: CV. Social Politic Genius, 2020.

Ni Putu Niti Suari Giri, “Lembaga Negara Pembentuk Undang-Undang,” 2: 1 (Februari: 2016).

Riri Nazriyah, “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,” Jurnal Hukum 17: 3 ( Juli 2010).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Yasir, Armen. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: PKKPUU FH Unila, 2013.

 

 

 



[1]Bagir Manan, “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangn di Indonesia”, Jurnal Hukum Pereancangan Peraturan Perundang-Undangan, 1:1 (Desember 2009): 2-3.

[2]Snekubun Elyakim, “Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan terhadap Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.” (Thesis, Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014), 25.

[3]Abd. Kahar Muzakkir, Ilmu dan Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Makasar: CV. Social Politic Genius, 2020), 7.

[4]Snekubun, Elyakim, “Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan terhadap Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum”, 26.

[5]Armen Yasir, Hukum Perundang-Undangan (Bandar Lampung: PKKPUU FH Unila, 2013), 123.

[6]Ni Putu Niti Suari Giri, “Lembaga Negara Pembentuk Undang-Undang,” 2: 1 (Februari: 2016): 87.

[7]Aan Eko Widiarto, “Ketidakpastian Hukum Kewenangan Lembaga Pembentuk Undang-undang Akibat Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi,” 12: 4 (Desember: 2015): 738.

[8]Ni Putu Niti Suari Giri, “Lembaga Negara Pembentuk Undang-Undang”, 88-92.

[9]Riri Nazriyah, “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,” Jurnal Hukum 17: 3 ( Juli 2010): 387.

[10]Mohammad Zamroni,Kekuasaan Presiden dalam Mengeluarkan Perppu,” Jurnal Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, 14-15.

[11]Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

[12]Ahmad Husen, “Eksistensi Peraturan Presiden dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan,” Lex Scientia Law Review 3: 1 (Mei 2019): 76.

[13]A. Zarkasi,Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan,” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jambi, 104.

[14]Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAHAMI PERMASALAHAN MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH, WAKAF DI INDONESIA

PRAKTIK JUAL BELI BUKU BAJAKAN DI MARKETPLACE LAZADA MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

MEDIASI DALAM HUKUM SYARIAH